Video Skandal Milik Hasto dan Bahaya Intrik Kekuasaan ala “Game of Thrones”

PERNYATAAN dari juru bicara PDI Perjuangan, Guntur Romli, mengenai Hasto Kristiyanto yang disebut memiliki informasi dan video terkait skandal pejabat negara patut mendapatkan perhatian publik yang serius. Hal ini bisa berdampak signifikan terhadap dinamika politik saat ini.

Dalam penjelasannya, Guntur menyebutkan bahwa informasi dan video yang dipegang Hasto berisi bukti tentang penyalahgunaan kekuasaan, praktik korupsi, dan intervensi dalam penegakan hukum oleh para pejabat tinggi negara.

Sesuai laporan dari Kompas.com pada Jumat (27/12/2024), Guntur memastikan bahwa informasi dan video tersebut akan segera dirilis ke publik.

“Ini bukan sekadar serangan balik, tetapi merupakan bentuk perlawanan terhadap upaya kriminalisasi,” tegas Guntur.

Baca juga: Guntur Romli Mengungkap Hasto Memiliki Bukti Video Skandal Elite Politik Indonesia

Pernyataan ini muncul setelah Hasto ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menunjukkan adanya nuansa tawar-menawar dan permainan politik dalam situasi kekuasaan saat ini.

Taktik yang digunakan mengingatkan kita pada intrik politik dalam serial Game of Thrones, di mana setiap langkah politik dipenuhi dengan pengkhianatan, manipulasi, serta permainan kekuasaan yang penuh strategi.

Dalam Game of Thrones, kekuasaan tidak hanya diperoleh melalui peperangan, tetapi juga melalui penguasaan informasi, pembentukan aliansi, dan pemanfaatan kelemahan lawan untuk mencapai dominasi.

Dinamika semacam ini menciptakan suasana politik yang selalu dipenuhi ketegangan, di mana hukum sering kali terabaikan oleh permainan kekuasaan yang berlangsung.

Hukum Sebagai Senjata Politik

Sebagai salah satu tokoh kunci dalam partai yang berkuasa selama satu dekade, Hasto tentu memahami bahwa penegakan hukum di Indonesia sering kali dipengaruhi oleh kepentingan para penguasa.

Ketika ia ditetapkan sebagai tersangka, narasi yang berkembang adalah bahwa ia tengah menghadapi kriminalisasi.

Dalam konteks ini, penegakan hukum dapat diilustrasikan dengan prinsip Romawi, “Quod principi placuit legis habet vigorem”—”Apa yang menyenangkan sang pangeran memiliki kekuatan hukum.”

Baca juga: Hasto Akan Mengungkap Video Skandal Petinggi Negara, PDI-P: Ini adalah Perlawanan terhadap Kriminalisasi

Hukum tampak beralih fungsi dari alat pencari keadilan menjadi senjata untuk melindungi atau menguntungkan kepentingan penguasa.

Akibatnya, institusi hukum kehilangan independensinya dan berubah menjadi alat legitimasi yang membuat keputusan demi memenuhi keinginan penguasa.

Contoh nyata dari fenomena ini terlihat dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai batas usia calon presiden dan wakil presiden, yang memungkinkan Gibran Rakabuming Raka untuk maju dalam Pilpres 2024, serta putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2024 yang mengubah interpretasi syarat usia calon kepala daerah, sehingga Kaesang Pangarep dapat terlibat dalam Pilkada 2024.

Hal ini menunjukkan dengan jelas bahwa hukum sangat dipengaruhi oleh siapa yang menguasai kekuasaan.