JAKARTA, KOMPAS.com
Nurhamidah, seorang pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal asal Nusa Tenggara Barat (NTB), mengungkapkan bahwa dia terpaksa membayar ganti rugi kepada calo jika memilih untuk tidak melanjutkan perjalanan kerjanya.
Walaupun menyadari bahwa dirinya telah menjadi korban penipuan dan ingin segera kembali ke kampung halamannya di NTB, Nurhamidah merasa terjebak dalam situasi yang sulit.
Dia dijanjikan akan berangkat ke Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA), sebagai asisten rumah tangga (ART). Sebelumnya, ia pernah bekerja secara resmi di Bahrain.
“Saya harus membayar ganti rugi. Ini bukan kesalahan saya, jadi saya tidak mau,” ujar Nurhamidah saat dijumpai di Shelter PMI, Tangerang, pada Kamis (26/12/2024).
Baca juga: Kisah Korban Calo PMI Ilegal, Tak Kunjung Terbang ke Abu Dhabi, Malah Digerebek Polisi…
Nurhamidah menjelaskan bahwa dia menyadari adanya penipuan ketika bersama tujuh orang korban lainnya dibawa ke sebuah apartemen di Bogor, bukan ke Balai Latihan Kerja (BLK) yang seharusnya.
Pengalamannya mengikuti prosedur resmi sebelumnya menunjukkan bahwa mereka seharusnya menjalani pelatihan di balai selama satu bulan sebelum keberangkatan.
“Setibanya di sini, ternyata tidak ada pelatihan. Tidak ada proses pembelajaran seperti yang dijanjikan oleh perusahaan resmi. Di sana, saya tidak mendapatkan pelatihan sama sekali,” jelasnya.
Aktivitas mereka di apartemen hanya terbatas pada makan dan tidur sambil menunggu penerbangan ke Abu Dhabi.
Namun, setelah satu bulan, mereka yang ternyata merupakan PMI ilegal tidak kunjung diberangkatkan.
“Saya terus menerus menagih janji mereka,” kata Nurhamidah dengan penuh harapan.
Baca juga: Pertemuan dengan PMI Ilegal yang Gagal Berangkat, Menteri Karding: Kasihan Kerja Jauh, tapi Tak Diperlakukan Baik…
Dia juga terus mengirim pesan kepada kontak di Abu Dhabi untuk meminta kepastian mengenai keberangkatannya.
Sayangnya, si sponsor di Abu Dhabi hanya membaca pesan WhatsApp Nurhamidah tanpa memberikan balasan.
Di samping itu, Nurhamidah mengungkapkan bahwa mereka dijanjikan uang sebesar Rp 9 juta untuk meninggalkan keluarga, namun yang diterima hanya Rp 2 juta. Mereka pun dipaksa untuk berangkat meskipun masih ada sisa uang Rp 7 juta yang belum dibayarkan.
“Katanya, ‘Nanti ibu terbang dulu, uangnya nanti dibayar di sana.’ Namun saya tetap menolak. Akhirnya, semua berakhir dengan penggerebekan,” tuturnya.
Lebih lanjut, Nurhamidah menyatakan bahwa ia tidak pernah melihat sosok sponsornya di Abu Dhabi. Menurutnya, sponsor tersebut selalu berkomunikasi melalui pesan suara dan tidak pernah mau menunjukkan wajahnya.
Ikuti breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu untuk mengakses berita Kompas.com melalui WhatsApp Channel: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah menginstal aplikasi WhatsApp ya.