KOMPAS.com – Justin Hubner, pemain belakang tim nasional Indonesia, baru-baru ini mengungkapkan bahwa ia mengalami gegar otak.
Akibat cedera tersebut, pemain yang akrab disapa El Preman ini harus absen dari pertandingan selama empat minggu untuk menjalani proses pemulihan.
Melalui akun Instagram pribadinya, @justinehubner5, ia membagikan informasi mengenai kondisi kesehatan terbaru dirinya.
“Untuk semua yang bertanya tentang kapan saya akan kembali, saya harus menepi sekitar empat minggu. Saya mengalami gegar otak, sehingga saya perlu banyak istirahat. Saya akan segera kembali,” tulisnya.
Justin mengalami gegar otak setelah terkena tendangan salto dari pemain Aston Villa, Luka Lynch, pada menit ke-90+1.
Jadi, apa sebenarnya yang dimaksud dengan gegar otak? Mari kita bahas lebih lanjut dalam artikel ini.
Baca juga: Gejala-gejala Gegar Otak pada Dewasa dan Anak-anak
Apa itu gegar otak?
Menurut informasi dari Cleveland Clinic, gegar otak adalah cedera yang cukup umum, terutama di kalangan atlet muda.
Gegar otak terjadi ketika otak bergerak atau terguncang di dalam tengkorak, dan termasuk dalam kategori cedera otak traumatis.
Umumnya, satu kali mengalami gegar otak tidak menyebabkan kerusakan otak yang bersifat permanen.
Namun, jika seseorang mengalami gegar otak berulang kali, hal ini dapat berdampak pada struktur dan fungsi otak, yang bisa mengarah pada komplikasi serius.
Kebanyakan orang dapat sepenuhnya pulih dari gegar otak tanpa efek jangka panjang, tetapi penting untuk tidak terburu-buru dalam proses pemulihan.
Disarankan agar tidak melanjutkan aktivitas fisik atau kegiatan lainnya sebelum mendapatkan persetujuan dari dokter spesialis yang merawat, yang menyatakan bahwa kondisi sudah aman untuk kembali beraktivitas.
Baca juga: Faktor Risiko Terjadinya Gegar Otak, dari Kecelakaan Olahraga hingga Non-olahraga
Apa yang dialami oleh seseorang dengan gegar otak?
Bagi mereka yang mengalami gegar otak, seperti Justin Hubner, saraf dan pembuluh darah di otak mengalami regangan dan cedera.
Cedera otak traumatis ini menyebabkan perubahan kimia yang mengganggu fungsi normal otak untuk sementara waktu.
Setelah mengalami cedera, otak secara otomatis akan mengalihkan seluruh energinya untuk proses penyembuhan.