Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Vladimir Putin menegaskan bahwa Kremlin berhak menggunakan senjata nuklir terhadap negara-negara yang dianggap sebagai ancaman bagi Rusia atau Belarus. Pernyataan ini disampaikan dalam rangka pembahasan mengenai doktrin nuklir baru yang telah diadopsi oleh pemerintahannya.
Dalam sebuah sesi tanya jawab yang disiarkan di televisi, Putin mengungkapkan, “Ketika kita membahas potensi ancaman militer yang mungkin berkembang menjadi risiko baru, kita juga perlu mempertimbangkan tanggung jawab negara-negara non-nuklir yang mungkin terlibat dalam agresi terhadap Rusia, selain negara-negara yang memiliki senjata nuklir,” seperti dilaporkan oleh Newsweek pada Senin (23/12/2024).
Dia menambahkan, “Jika negara-negara tersebut mengancam kami, kami berhak menggunakan senjata nuklir yang kami miliki untuk melawan mereka.”
Putin juga menggarisbawahi bahwa jika Belarus menghadapi ancaman serupa, Rusia akan berupaya maksimal untuk melindungi keamanan sekutunya tersebut.
“Saya yakin ini adalah aspek yang sangat penting dalam doktrin nuklir yang baru,” ujarnya.
Doktrin nuklir baru Rusia, yang menurunkan ambang batas untuk penggunaan senjata nuklir, telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan komunitas internasional.
Dokumen yang direvisi ini ditandatangani 1.000 hari setelah dimulainya invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina dan bertepatan dengan keputusan pemerintahan Presiden Joe Biden untuk mencabut batasan penggunaan ATACMS (Sistem Rudal Taktis Angkatan Darat) oleh Kyiv dalam serangan ke wilayah Rusia.
Perubahan kebijakan Rusia ini mencakup sejumlah aspek penting.
Pertama, ancaman terhadap Belarus kini ditambahkan dalam doktrin yang sebelumnya hanya berfokus pada ancaman terhadap Rusia. Pemimpin Belarus, Alexander Lukashenko, merupakan sekutu terdekat Putin di Eropa dan telah memberikan izin bagi Rusia untuk menempatkan hulu ledak nuklir di negaranya.
Kedua, Rusia sebelumnya hanya memperingatkan kemungkinan respons nuklir jika “keberadaan negara terancam.” Pedoman baru ini kini merujuk pada “ancaman kritis” terhadap “kedaulatan” dan “integritas teritorial” baik Rusia maupun Belarus.
Ketiga, doktrin baru ini memperluas daftar ancaman militer yang dianggap cukup serius untuk memicu respons nuklir dari Rusia.
Beberapa ancaman tersebut mencakup kepemilikan senjata pemusnah massal yang dapat digunakan melawan Rusia, latihan militer dekat perbatasan Rusia, serta upaya untuk menyerang fasilitas yang dapat membahayakan lingkungan atau mengisolasi sebagian wilayah Rusia.
Terakhir, dokumen yang diperbarui ini tidak lagi menyatakan bahwa Rusia hanya menganggap senjata nuklir sebagai alat pencegahan, melainkan menambahkan bahwa Moskow dapat menggunakan senjata nuklir untuk menghadapi musuh-musuh yang dianggap “potensial.”
(sef/sef)
Artikel Selanjutnya
PD 3 di Depan Mata? Putin Buat ‘Drone Kiamat’ untuk Perang Nuklir