Jakarta, IDN Times – Badan Pangan Nasional (Bapanas) telah memberi penjelasan bahwa pajak pertambahan nilai (PPN) yang dikenakan pada beras hanya berlaku untuk beras impor, khususnya yang ditujukan untuk pasar niche seperti hotel dan restoran.
“Beras yang dikenakan PPN adalah beras impor yang ditujukan untuk penggunaan di hotel atau restoran,” ungkap Arief Prasetyo Adi, kepala Bapanas, dalam pernyataan tertulis yang dilaporkan pada Rabu (25 Desember 2024).
Arief menambahkan bahwa meskipun presentasi Kementerian Keuangan mencantumkan beras premium sebagai objek PPN, sebenarnya itu merujuk pada beras spesial yang tidak diproduksi di dalam negeri.
“Dalam presentasi sebelumnya dari Kementerian Keuangan, beras premium disebutkan sebagai objek PPN, tetapi sebenarnya lebih merujuk pada beras spesial yang tidak dapat diproduksi secara lokal,” tambahnya.
Baca Juga: Kenaikan PPN menjadi 12 Persen Akan Menaikkan Pengeluaran Kelas Menengah Sebesar Rp4,2 Juta Setahun
1. Beras Medium dan Premium Lokal Bebas dari PPN
Menurut Arief, penyesuaian PPN dari 11 persen menjadi 12 persen yang akan berlaku tahun depan, tidak akan dikenakan pada beras medium dan premium yang diproduksi secara lokal.
Pemerintah berkomitmen untuk memastikan bahwa bahan pangan pokok tetap dapat diakses oleh masyarakat tanpa beban pajak tambahan, sesuai dengan arahan kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang lebih mengutamakan kepentingan masyarakat berpenghasilan rendah.
“Tentu saja, Presiden Prabowo memprioritaskan kebutuhan kelas menengah ke bawah. Terutama sekarang, kami aktif mempromosikan produksi beras dalam negeri,” ujarnya.
Baca Juga: Beras Premium Lokal Bebas dari PPN 12%, Shirataki Terkena Dampak
2. Beras Spesial Lokal Juga Bebas dari PPN
Lanjutkan membaca artikel di bawah ini
Pilihan Editor
Klasifikasi beras diatur oleh Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) No. 2 tahun 2023, yang membedakan beras menjadi kategori premium dan medium berdasarkan kualitas serta persentase butir pecah.
Usulan Bapanas kepada Kementerian Keuangan merujuk pada Pasal 3, Ayat 5 Perbadan 2 Tahun 2023, yang merekomendasikan agar PPN 12 persen hanya dikenakan pada beras impor tertentu.
“Beras yang dikategorikan sebagai spesial dari daerah tertentu di Indonesia, seperti beras aromatik lokal, juga dibebaskan dari PPN. Hal ini bertujuan untuk menjaga margin yang menguntungkan bagi petani lokal kami,” jelasnya.
Beras premium yang populer dan tersedia di pasar tidak dianggap sebagai barang mewah, sehingga tetap bebas dari PPN seperti sebelumnya.
Baca Juga: Airlangga Menyatakan Beras Premium Bebas dari PPN 12%
3. Pemerintah Akan Menyalurkan Bantuan Beras Awal 2025
Pemerintah, bekerja sama dengan Perum Bulog, akan menyalurkan bantuan beras pada Januari dan Februari 2025 kepada 16 juta Penerima Bantuan Pangan (PBP).
Sebanyak 160 ribu ton beras akan dialokasikan setiap bulan, dengan kualitas setara beras premium medium, sebagai bagian dari arahan Bapanas. Inisiatif ini bertujuan untuk merangsang ekonomi sambil menyeimbangkan dampak dari PPN 12 persen, terutama terkait pangan.
Jumlah penerima bantuan akan disesuaikan berdasarkan data terbaru, yang menunjukkan penurunan angka kemiskinan menjadi 25,22 juta orang pada Maret 2024, turun dari tahun sebelumnya.
Data yang digunakan mencakup desil pertama dan kedua dari inisiatif Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE), serta individu lanjut usia yang hidup sendiri dan perempuan yang menjadi kepala keluarga miskin.
Baca Juga: PPN 12% Tidak Akan Menghambat Ekspansi Texas Chicken di 2025